Halaman

Jumat, 02 November 2007

Semir dan sepatu teman saya

Salah satu teman kantor saya (pria), sangat memperhatikan penampilan nya sehari hari di kantor. Baju dan celana selalu matching dan rapi. Rambut dan muka juga bersih, tidak seperti saya yang "bala" kata orang sunda. Namun, yang paling menonjol dari semua penampilannya adalah sepatu hitamnya yang mengkilap karena selalu disemir. Konon sepatu itu sudah masuk dalam "restricted area" bagi kaum lalat karena licin dan mengkilapnya. Menurut pengakuan nya, dia selalu menyemir sepatu itu tiap malam sebelum tidur, persis seperti yang kami lakukan pada waktu masih ikut pendidikan dasar militer di Secapa Polri Sukabumi , dahulu kala. Semir sepatu dan sikatnya selalu tersedia, baik di rumah maupun di kantor.
Namun sudah beberapa waktu kami tidak melihat dia menyemir sepatu di kantor, bahkan ketika saya suatu ketika ingin meminjam (meminta tepatnya!) semir dan sikatnya, dia bilang sudah tidak menyimpan semir dan sikat sepatu lagi, baik di rumah maupun di kantor.
Wah, berita menarik! ada apakah gerangan?
Maka berceritalah teman saya, bahwa sekarang dia lebih senang menyemirkan sepatunya kepada tukang semir di stasiun, ataupun kereta yang dia tumpangi ketika berangkat atau pulang kantor. Dan sebagian besar , bahkan mungkin semuanya, adalah anak-anak usia sekolah. "Kamu tahu?, mereka harus sudah keluar dari rumah mereka sekitar jam 5 pagi. Dan mulai menyebar ke stasiun terdekat dari rumah mereka, sementara anak kita sebagian besar masih terlelap di tempat tidur yang empuk. Dan, para pejuang cilik ini (istilah yang saya rasa sangat tepat)masih sekolah jack!!" cerita teman saya. "kalau memang ngak bisa membantu secara penuh, inilah jalan yang aku pakai untuk bisa sedikit meringankan beban mereka, dan semoga bisa mengangkat harga diri dan kebanggaan mereka, bila dibandingkan dengan teman-teman mereka yang lebih memilih sebagai pengemis!"
Seribu atau dua ribu mungkin bagi kita tidak ada artinya, namun bagi mereka tentulah sangat berarti dan bermanfaat. Dari kumpulan lembaran seribuan itu mereka bisa melanjutkan sekolah, bahkan bisa membantu kehidupan orang tua mereka.
Jadi jangan egoislah jack!relakan sepatumu untuk mereka semir, siapa tahu suatu saat ada salah satu dari mereka yang jadi orang besar, bahkan mungkin presiden kita sendiri?Bukankah kita sudah turut membantu kesuksesan nya?"
Mendengar penjelasan teman saya tadi, saya hanya bisa manggut-manggut dan terdiam.
Kesadaran yang timbul dari teman saya untuk melakukan hal kecil dan biasa saja (mungkin, menurut orang lain) namun sangat berarti bagi para penyemir sepatu itu. Kesadaran yang disengaja, tentulah berbeda dengan " rutinitas biasa saja" bagi orang lain yang juga menyemikrkan sepatu mereka.
Mungkin secara kasat mata, mereka melakukan hal yang sama, menyemirkan sepatu kepada para penyemir. Namun niat dan latar belakang yang mendasarinya tentulah menjadikan mereka berbeda.


"Berilah mereka kail, jangan beri ikan nya"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar